Langsung ke konten utama

Unggulan

Tak Tersentuh

Ada ruang di dalam hatiku yang selalu waspada—tempat di mana harapan takut tumbuh terlalu tinggi. Aku pernah belajar, sayang, bahwa semakin besar harapanku, semakin dalam pula sakit yang kurasakan saat semuanya runtuh. Aku masih ingat rasanya dihancurkan oleh ekspektasi yang kugenggam erat. Dulu, aku begitu yakin pada janji yang ternyata hanya angin lalu. Sejak saat itu, aku belajar untuk tidak lagi berharap terlalu banyak—menahan diri agar tak terjatuh terlalu dalam. Tapi lalu kau datang, dengan senyum yang terasa begitu tulus dan tatapan yang seolah menjanjikan kebahagiaan. Jujur saja, aku ingin sekali percaya, ingin mengizinkan hatiku melangkah lebih jauh. Tapi ketakutan itu tetap ada, menyusup seperti bayangan gelap yang tidak mau pergi. Aku takut, sayang. Takut kalau semua ini hanya mimpi yang akan terbangun dengan luka baru. Takut jika aku kembali mempertaruhkan segalanya hanya untuk melihatmu pergi pada akhirnya. Kau mungkin tidak tahu seberapa besar perjuanganku untuk tetap...

Sebuah Pencapaian dan Kehilangan


Aku melangkah dengan piala di tangan, jemariku merasakan permukaannya yang dingin namun berharga. Di sekelilingku, wajah-wajah penuh kagum menyambut dengan senyum dan tepuk tangan. Cahaya panggung masih terasa hangat di kulitku, suara-suara sorak sorai masih menggema di telinga. Aku berhasil. Semua kerja keras, pengorbanan, dan malam-malam tanpa tidur kini terbayar.

Aku mengangkat piala itu lebih tinggi, membiarkan sinarnya berkilau di bawah lampu. Senyumku terukir, mataku berbinar, dadaku penuh kebanggaan. Aku telah mencapai titik yang dulu hanya ada dalam angan, menjadikannya nyata dengan usaha yang tak kenal lelah.

Tapi sayangnya, ada kehampaan yang tak bisa kujelaskan. Di tengah keramaian ini, aku mencari—mencari satu sosok yang pernah berjanji akan ada saat aku sampai di puncak. Mataku menelusuri barisan orang, berharap menemukan tatapan yang lebih berarti dari seribu sorakan. Tapi tak ada.

Piala ini masih dalam genggaman, kemenangan ini masih menjadi milikku. Namun di sudut hati, ada ruang kosong yang tak bisa diisi oleh gemerlap prestasi. Aku berhasil, aku bangga, tapi sayangnya… ada sesuatu yang terasa kurang.

Aku menghela napas berkali-kali, mencoba mencari hal yang terasa kurang itu. Sayang, aku merindukanmu. Di tengah riuhnya perayaan ini, aku justru merasa sepi. Semua ucapan selamat, tepukan di punggung, dan senyum kagum tak mampu menggantikan satu hal—kehadiranmu. Aku membayangkan jika kau ada di sini, berdiri di antara mereka, dengan tatapan bangga yang hanya kau miliki untukku. Mungkin aku akan merasa utuh. Mungkin kemenangan ini akan lebih berarti.

Aku menatap piala di tanganku, jari-jariku mengeratkan genggaman. Aku tahu aku harusnya bahagia, harusnya menikmati setiap detik dari pencapaian ini. Tapi hatiku berkata lain. Sebab, tak ada yang lebih indah dari berbagi kebahagiaan dengan seseorang yang berarti. Tanpamu, semua ini hanya setengah dari apa yang seharusnya aku rasakan.

Aku menengadah ke langit malam, mencari ketenangan di antara bintang-bintang. Aku ingin percaya bahwa di suatu tempat, kau juga sedang memikirkan aku. Bahwa kau juga merindukanku seperti aku merindukanmu saat ini. Sebab, apa gunanya kemenangan jika tak bisa kubagi denganmu?

Komentar

Postingan Populer