Menemukan Rumah di Hatimu
Akhirnya, aku menemukannya—dirimu, yang tersembunyi di balik tembok kokoh yang kau bangun. Tembok yang tampaknya takkan bisa ditembus, bahkan oleh seorang yang berani sekalipun. Namun, aku tetap mendekat, perlahan, tanpa suara, berharap bisa menemukan celah yang mungkin kau sembunyikan. Di sana, kau duduk sendiri, tubuhmu tertekuk, wajahmu terbenam dalam lipatan lutut, seakan ingin menyembunyikan segala beban yang tak terucapkan.
Pada awalnya, aku ragu. Aku ragu apakah aku bisa menembus dinding itu, apakah aku cukup kuat untuk meraihmu yang begitu jauh, yang begitu terkunci dalam keheningan. Namun, ada sesuatu yang memanggilku untuk terus maju. Sesuatu dalam dirimu yang tak bisa kuabaikan, seperti magnet yang menarikku, menarik hatiku untuk berani melangkah lebih dekat.
Aku tak tahu apa yang membuatku yakin, mungkin itu tatapan matamu yang terlihat kosong, namun seolah menyimpan berjuta cerita. Seperti aku bisa melihat kesedihan yang selama ini kau sembunyikan, di balik senyum yang selalu kau pamerkan kepada dunia. Aku tahu, di balik kebisuanmu, ada sesuatu yang lebih—sesuatu yang selama ini aku cari.
Aku berdiri di hadapanmu, ragu namun berani. Seakan waktu berhenti, hanya ada aku dan kamu di dalam dunia yang sunyi ini. Dengan hati yang berdebar, aku duduk di sampingmu, tak berkata apa-apa. Tak ada kata yang cukup untuk mengungkapkan semua yang ingin kukatakan. Namun, aku tahu bahwa ada sesuatu yang lebih penting daripada kata-kata—kehadiran.
Aku perlahan menyentuh tanganmu yang terkulai lemah, dan entah kenapa, aku merasa seolah dunia kembali berputar. Perlahan, kau angkat wajahmu, matamu bertemu dengan mataku. Ada kilatan kebingungan di sana, namun juga harapan yang samar. Aku tak bisa menahan diri, aku tersenyum—sebuah senyuman penuh kelembutan, senyuman yang seakan ingin menghapus semua keraguan yang ada di antara kita.
“Kau tak sendiri,” kataku, dengan suara yang bergetar, meskipun aku sendiri merasa cemas. "Aku di sini, dan aku akan tetap di sini."
Kau menatapku, seakan mencari jawaban dari kata-kataku, seakan ingin memastikan bahwa aku bukanlah ilusi yang akan hilang begitu saja. Aku tahu, kau takut. Takut akan kehilanganku, takut akan hatimu yang terluka lagi. Tapi aku tak peduli, aku hanya ingin menjadi bagian dari dunia yang gelap ini bersamamu, menghapus bayang-bayang yang mengisi ruang kosong dalam hatimu.
Hari-hari berlalu, dan aku mulai merasakan kehangatan yang semakin mendalam di antara kita. Tembok yang kau bangun perlahan runtuh, bukan karena aku yang meruntuhkannya, tetapi karena kita berdua saling membuka diri. Kita mulai berbicara, tak hanya dengan kata-kata, tetapi dengan setiap tatapan, setiap sentuhan kecil yang terasa begitu berarti. Aku menemukan bahwa setiap detik bersamamu adalah penemuan baru, sebuah perjalanan yang tak pernah ingin kutinggalkan.
Aku jatuh cinta pada caramu memandang dunia—dengan mata yang penuh keheningan namun juga penuh makna. Aku jatuh cinta pada caramu mengungkapkan rasa tanpa harus mengucapkan sepatah kata pun. Kau adalah bahasa yang belum kutemukan artinya, namun seolah mengajarkanku untuk memahami tanpa perlu tahu.
Pada setiap malam yang kita lewati bersama, aku semakin yakin bahwa inilah yang aku cari. Bukan kebahagiaan yang sempurna, bukan cinta yang tanpa cacat, tetapi sebuah kedamaian yang bisa kita ciptakan bersama. Cinta yang sederhana namun mendalam, yang tak terikat oleh harapan atau tekanan, hanya dua jiwa yang saling merasakan keberadaan satu sama lain.
Aku jatuh cinta pada caramu mendengarkan, pada caramu berada di sini, saat dunia seolah menjauh. Tak ada yang lebih indah dari saat kita saling berbagi tanpa kata, hanya dalam keheningan yang menyelimuti kita. Dalam diam, aku tahu kita saling mengerti, meskipun tak ada suara yang keluar.
Kau mulai membuka diri, dan aku merasakan cinta itu tumbuh dengan cara yang tak bisa kujelaskan. Ia bukan cinta yang datang dengan gemuruh, tetapi cinta yang tumbuh perlahan, seperti bunga yang mekar dalam keheningan malam. Aku mencintaimu dengan cara yang sederhana, dengan setiap detik yang kita habiskan bersama, dengan setiap tatapan penuh arti yang kita bagi.
Kau adalah bagian dari dunia yang aku ingin jelajahi, dan aku adalah bagian dari dunia yang kau coba pahami. Kita berjalan di jalan yang sama, meskipun kadang tak selalu lurus, kadang penuh liku. Namun aku tahu, selama kita bersama, tak ada yang perlu ditakuti.
Malam itu, saat kita berdua duduk di bawah langit yang penuh bintang, aku merasa seperti aku telah menemukan rumah. Bukan rumah yang terbuat dari batu dan kayu, tetapi rumah yang terbuat dari perasaan, dari kedekatan hati yang tak bisa dijelaskan. Aku hanya tahu, aku merasa aman di sini, di sampingmu, di dunia yang penuh dengan rasa ini.
Dan aku jatuh cinta, jatuh cinta dengan cara yang tak pernah kuharapkan. Cinta yang datang dengan lembut, yang mengalir seperti sungai yang menenangkan. Aku jatuh cinta padamu—tanpa syarat, tanpa ragu, hanya dengan keberanian yang muncul dari hati yang tulus.
Komentar
Posting Komentar