Langsung ke konten utama

Unggulan

Tak Tersentuh

Ada ruang di dalam hatiku yang selalu waspada—tempat di mana harapan takut tumbuh terlalu tinggi. Aku pernah belajar, sayang, bahwa semakin besar harapanku, semakin dalam pula sakit yang kurasakan saat semuanya runtuh. Aku masih ingat rasanya dihancurkan oleh ekspektasi yang kugenggam erat. Dulu, aku begitu yakin pada janji yang ternyata hanya angin lalu. Sejak saat itu, aku belajar untuk tidak lagi berharap terlalu banyak—menahan diri agar tak terjatuh terlalu dalam. Tapi lalu kau datang, dengan senyum yang terasa begitu tulus dan tatapan yang seolah menjanjikan kebahagiaan. Jujur saja, aku ingin sekali percaya, ingin mengizinkan hatiku melangkah lebih jauh. Tapi ketakutan itu tetap ada, menyusup seperti bayangan gelap yang tidak mau pergi. Aku takut, sayang. Takut kalau semua ini hanya mimpi yang akan terbangun dengan luka baru. Takut jika aku kembali mempertaruhkan segalanya hanya untuk melihatmu pergi pada akhirnya. Kau mungkin tidak tahu seberapa besar perjuanganku untuk tetap...

Kesempatan

Waktu selalu berlari tanpa menoleh, membawa pergi detik-detik yang pernah kita bagi. Namun, di antara rintik hujan dan senja yang meluruh, namamu tetap berpendar dalam benakku. Seakan semesta sengaja mengukir jejakmu di setiap sudut kenangan, menjadikannya sesuatu yang tak bisa kuhapus meski telah kucoba berulang kali.

Sayang, aku menuliskan rindu dengan tinta yang tak kasat mata, membiarkannya mengalir dalam sunyi. Aku tidak pernah meminta lebih dari yang semesta izinkan. Cukup kau ada, cukup kau bahagia, meski bukan aku yang menggenggam tanganmu di tengah riuhnya dunia.

Ada saat di mana aku ingin menepis segala ingatan, membebaskan hati dari perasaan yang terus bersemayam. Namun, apa daya, bayanganmu lebih gigih daripada tekadku untuk melupa. Kau seperti angin yang tak terlihat, tetapi selalu kurasakan keberadaannya di sela-sela napasku.

Aku sering bertanya-tanya, apakah mencintai dalam diam adalah bentuk keikhlasan atau sekadar ketidakberdayaan? Aku ingin percaya bahwa perasaan ini adalah ketulusan yang tak perlu balasan, meski di sisi lain, aku juga manusia yang menginginkan genggaman.

Sayang, jika suatu hari aku memilih pergi, bukan karena aku berhenti mencintai, melainkan karena aku belajar melepaskan. Sebab ada cinta yang cukup disimpan dalam dada, tanpa perlu diwujudkan dalam genggaman yang nyata.

Aku bukan pujangga yang pandai merangkai kata, aku hanya seseorang yang terjebak dalam dekap rasa yang tak bisa tersampaikan. Namun, jika mencintaimu adalah kesalahan, biarkan aku menjadi pendosa yang terus mengulanginya.

Tapi, jika semesta memberi kita satu kesempatan lagi, akankah kau tetap memilih jalan yang sama?

Komentar

Postingan Populer