Langsung ke konten utama

Unggulan

Tak Tersentuh

Ada ruang di dalam hatiku yang selalu waspada—tempat di mana harapan takut tumbuh terlalu tinggi. Aku pernah belajar, sayang, bahwa semakin besar harapanku, semakin dalam pula sakit yang kurasakan saat semuanya runtuh. Aku masih ingat rasanya dihancurkan oleh ekspektasi yang kugenggam erat. Dulu, aku begitu yakin pada janji yang ternyata hanya angin lalu. Sejak saat itu, aku belajar untuk tidak lagi berharap terlalu banyak—menahan diri agar tak terjatuh terlalu dalam. Tapi lalu kau datang, dengan senyum yang terasa begitu tulus dan tatapan yang seolah menjanjikan kebahagiaan. Jujur saja, aku ingin sekali percaya, ingin mengizinkan hatiku melangkah lebih jauh. Tapi ketakutan itu tetap ada, menyusup seperti bayangan gelap yang tidak mau pergi. Aku takut, sayang. Takut kalau semua ini hanya mimpi yang akan terbangun dengan luka baru. Takut jika aku kembali mempertaruhkan segalanya hanya untuk melihatmu pergi pada akhirnya. Kau mungkin tidak tahu seberapa besar perjuanganku untuk tetap...

Bualan


Angin sore berembus pelan, membelai wajahku dengan kelembutan yang menyisakan jejak keheningan. Langit mulai berubah warna, dari biru yang cerah menuju jingga keemasan, seolah menyampaikan pesan tentang sesuatu yang harus kulepaskan. Aku berdiri di bawah langit itu, meresapi pelajaran yang diam-diam ditanamkan oleh waktu—bahwa tak semua yang datang perlu kusambut dengan gegap gempita, tak semua yang berkilau harus kuraih dengan tergesa-gesa.

Sayang, aku pernah begitu bersemangat menyongsong sesuatu yang belum pasti. Aku pernah menaruh harapan pada sesuatu yang bahkan belum memiliki bentuknya sendiri. Dengan mata berbinar dan hati yang penuh harap, aku menyusun angan-angan, membayangkan masa depan yang kurasa begitu dekat, meski nyatanya masih samar di kejauhan. Aku menaruh terlalu banyak emosi pada kemungkinan, melukis impian dengan warna-warna cerah, tanpa sadar bahwa realita mungkin memiliki palet warna yang berbeda.

Aku mengira setiap kata manis adalah janji, setiap sikap hangat adalah kepastian. Aku berlari menuju harapan itu, tak peduli jika jalannya berbatu, tak peduli jika kakiku terluka. Aku terlalu asyik mengejar, terlalu bahagia dalam bayangan kemungkinan, hingga aku lupa menyiapkan hati untuk kenyataan yang mungkin tak seindah dugaanku.

Namun, seperti ombak yang datang dan pergi, aku akhirnya menyadari bahwa tidak semua yang terlihat mendekat akan benar-benar tinggal. Tidak semua yang tampak berharga akan menjadi milikku. Aku belajar dengan cara yang tak selalu lembut—dengan kekecewaan yang menggigit, dengan kenyataan yang perlahan membuka mataku. Aku memahami bahwa berharap itu baik, tapi menggantungkan segalanya pada sesuatu yang belum pasti hanyalah cara lain untuk melukai diri sendiri.

Sayang, aku memilih untuk lebih tenang sekarang. Aku tak lagi ingin terburu-buru berlari tanpa tujuan, tak ingin lagi terjebak dalam euforia yang mungkin hanya sementara. Aku ingin menikmati setiap momen tanpa harus terikat pada ekspektasi yang belum tentu menjadi nyata. Aku ingin percaya pada takdir tanpa harus memaksakan kehendak.

Sebab aku tahu, yang sungguh untukku tak akan membuatku berlari tanpa arah. Yang benar-benar datang tak akan membuatku merasa ragu. Yang seharusnya tinggal, akan tetap ada, bahkan tanpa aku harus memintanya.

Komentar

Postingan Populer